Seorang dewasa pernah berkata; Bocah sepertimu tidak tahu arti cinta.

Saat itu aku marah, kecewa dan ingin sekali membuat dia mengakui kesalahannya. 
Namun, 379 hari sebelum ungkapan ini tertulis, Tuhan memberiku hadiah manis.

Aku sadar, cinta bukan hanya persoalan debar. Bahkan doa yang begitu tulus, tidak lantas menjadikan semua berjalan mulus. Adakalanya gagal adalah hasil dari perjuangan tunggal.

Kau paham?

Dua manusia yang sama-sama berdoa dan mau berusaha baru disebut cinta, sisanya hanya mengulur waktu saja.

Awalnya aku juga berpikir jika dia adalah tangan yang tepat untuk kugenggam, bahu ternyaman untuk menyandarkan beban dan tentu Imam terbaik di masa depan.

Tapi itu sebatas keinginan yang mungkin hanya aku yang mengaminkan. Jika pun dia peduli, mustahil ada patah hati berulang kali.

Seperti kata orang di masa lalu; Pengalaman adalah Guru terbaik.

Jadi, kuputuskan mencari cahaya sendiri karena dia yang kuanggap ruang selama ini tidak memiliki lampu atau lilin barang sesenti.
Cepat atau lambat aku akan mati.

Lalu, apa setelah berpisah dia gelisah?
Iya. Dia menemuiku sebagai seorang teman yang sedang kesepian.

Aku kasihan?
Tidak sama sekali. Sejak dulu dia seperti itu, datang dan pergi terburu-buru.
Tidak peduli sekali pun semestaku diguyur pilu.

Baiklah, biarkan kisah pahitku dengannya memudar tanpa dipaksa.
Usang dalam kenang.
_

★Bibi
Pasir Angin, 26 Juli 2020