Aku terbangun dari tidur yang entah darimana jiwa ini tadi, tiba-tiba kembali.
Suasana tengah malam begitu sunyi tak ada aktivitas para manusia lapar, hening tanpa suara bising seakan semua masalah hilang begitu saja. Hanya ada dengkuran serangga dari balik semak-semak di pekarangan rumah. Brrr ... suhu di luar pasti sangat dingin.
Aku pernah menanyakan kepada Ayah tentang kemana perginya semua jangkrik di bawah lampu tiang pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah. Aku terdiam, berdiri di bawah kuningnya sorotan lampu. Aku mendongak ke atas, kumpulan serangga kecil terbang mengitari cahaya lampu. Seperti halnya rangkaian tata surya, planet-planet yang mengitari matahari. Aku heran, tak ada lagi nyaringnya suara jangkrik di balik semak berbatu di bawah lampu tiang ini.
Waktu masih kecil aku dan kakak perempuanku biasa menangkap jangkrik bersama di bawah lampu tiang itu ketika malam . Entah tujuan kami untuk apa, yang jelas kami masukkan jangkrik-jangkrik itu dalam ember kecil warna putih susu bermotif totol-totol merah yang ditutup dengan plastik dan sedikit kulubangi supaya jangkrik yang ada di dalamnya tidak mati, lalu diikatlah plastik itu menggunakan karet. Jangkrik yang malang.
Aku ingat betul ember kecil itu, sangat khas. Bagiku, itu seperti sesuatu yang benar-benar bagian dari masa kecil bersama kakak perempuanku. Ya tuhan aku rindu sekali masa itu, ember itu dimana, ya?
Tiba-tiba pertanyaan terlintas di pikiranku, "Dimana semua sisa bangkai jangkrik yang telah mati itu?"
Mungkin sudah hancur dipukul derasnya air hujan selama bertahun-tahun. Tragis sekali.
Sontak ayahku menjawab pertanyaanku tadi, "Mungkin karena manusia yang telah mengusiknya."
Aku terus memandangi warna kuning sorotan lampu tiang itu kemudian aku sadar akan jawaban ayahku,
"a apa?"
Gumamku dalam hati. Aku mengerutkan wajah.
Kini lampu tiang itu sudah rusak termakan usia.
2.23 am
Suasana tengah malam begitu sunyi tak ada aktivitas para manusia lapar, hening tanpa suara bising seakan semua masalah hilang begitu saja. Hanya ada dengkuran serangga dari balik semak-semak di pekarangan rumah. Brrr ... suhu di luar pasti sangat dingin.
Aku pernah menanyakan kepada Ayah tentang kemana perginya semua jangkrik di bawah lampu tiang pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah. Aku terdiam, berdiri di bawah kuningnya sorotan lampu. Aku mendongak ke atas, kumpulan serangga kecil terbang mengitari cahaya lampu. Seperti halnya rangkaian tata surya, planet-planet yang mengitari matahari. Aku heran, tak ada lagi nyaringnya suara jangkrik di balik semak berbatu di bawah lampu tiang ini.
Waktu masih kecil aku dan kakak perempuanku biasa menangkap jangkrik bersama di bawah lampu tiang itu ketika malam . Entah tujuan kami untuk apa, yang jelas kami masukkan jangkrik-jangkrik itu dalam ember kecil warna putih susu bermotif totol-totol merah yang ditutup dengan plastik dan sedikit kulubangi supaya jangkrik yang ada di dalamnya tidak mati, lalu diikatlah plastik itu menggunakan karet. Jangkrik yang malang.
Aku ingat betul ember kecil itu, sangat khas. Bagiku, itu seperti sesuatu yang benar-benar bagian dari masa kecil bersama kakak perempuanku. Ya tuhan aku rindu sekali masa itu, ember itu dimana, ya?
Tiba-tiba pertanyaan terlintas di pikiranku, "Dimana semua sisa bangkai jangkrik yang telah mati itu?"
Mungkin sudah hancur dipukul derasnya air hujan selama bertahun-tahun. Tragis sekali.
Sontak ayahku menjawab pertanyaanku tadi, "Mungkin karena manusia yang telah mengusiknya."
Aku terus memandangi warna kuning sorotan lampu tiang itu kemudian aku sadar akan jawaban ayahku,
"a apa?"
Gumamku dalam hati. Aku mengerutkan wajah.
Kini lampu tiang itu sudah rusak termakan usia.
2.23 am
1 Komentar
Post perdana 😍
BalasHapus