Pict By Author

Kepada Puan yang Menangis saat Redup

 

    Kepada puan yang menangis saat redup, kutulis kata-kata ini ketika angin membawa suaramu sayup. Memecah kesunyian yang tersimpan pada botol-botol kaca bernama kesendirian. Tuntaskan asa yang bergelora, dengan kesedihan yang begitu nyata.

   Kepada puan yang menangis saat redup. Secangkir kegelisahan tersisa di atas meja, sedangkan denting suara hati yang bertemu logika terdengar begitu ramai. Kau hendak berkata cukup. Namun, segala kata terasa tak ada yang mencakup. Luka menggaris, memisahkan ingin dan angan menjadi dua sisi bersebrangan.

   Kepada puan yang menangis saat redup. Matamu yang senja perlahan habis dalam dekap kecewa. Terlalu lama menunggu dan melupakan waktu. Hingga ketika kau tersadar, malam telah tiba dan warna jingga telah benar-benar pudar.

   Menggenggam harapan begitu erat, sedang purnama datang mendekat. 'Menghilanglah pekat, jangan biarkan aku sekarat dalam jerat,' pintamu suatu ketika.

   Kepada puan yang menangis saat redup, yang hanya dengan mendengarkan nama seorang lelaki saja, dadanya lebih cepat berdegup. Perihal cerita yang ia punya, perlahan lekang oleh segenap lara.


Bandung Barat,01/01/2019