Catatan
Di sini sudah pagi, Ga. Namun raga masih terjaga. Aku baru saja menceritakanmu pada seseorang; tentang kelapukan kisah-kisah kita yang sepertinya takkan menghadapi musim semi nan menyejukkan.
Aku merasa berdosa karena di ambang sadarku masih menjadi tempat bermainmu. Memang, takada yang bisa melupakan kenangan, sekalipun itu menyakitkan. Dan proses melupakan adalah penyakit tersulit tuk dilumpuhkan.
Sekarang aku sedang berada di posisimu yang dulu. Dan sadar bahwa luas hatimu begitu sempit tuk menyimpan namaku, kenangan indah bersamanyalah pemegang kuasa, namanya yang menjadi besar dan digdaya.
Wah, dulu aku begitu ego, begitu ingin menguasai seluruh wilayah jiwamu. Kebodohan itu telat kusadari, dulu aku gak paham bahwa tarap menggantikan isi hati tidak semudah membersihkan noda dengan mencuci. Dulu kumasih belajar berpakaian suatu rasa, dan kau menjadi bajuku yang pertama. Baju yang tak ingin kulepas untuk menutupi aurat. Dan begonya aku, kupikir kau memang bajuku, baju yang mampu menutupi semua aibku kelak, yang mampu mempercantik diriku, dan yang dapat menutupi kekuranganku, auratku.
Tapi tak begitu ternyata, aku lupa satu cerita yang kau paparkan padaku tentangnya. Harusnya dulu aku tau, masih ada remahan Cinta dan sulit dibuang karena telah mengerak di dinding-dinding hatimu. Cinta pertamamu.
Bahkan sampai kau membimbing rasaku menyelam begitu dalam, hatimu masih menyempitkan ruang. Namaku kalah berdesakkan dengannya. Aku tak pernah menyadari itu.
Kau adalah pelajaran pertama yang Tuhan kirimkan pada semesta rasaku. Dan semoga hanya kau. Biar selanjutnya adalah kebenaran nama yang Tuhan kirimkan tuk menjadi rumah tempat kuberpulang.
Ah, terimakasih banyak atas kisah manis nan kadang membuat ingin menangis. Dan terimakasih telah bersedia membimbingku pada dunia dewasa di usia 16. Kau membekaliku dengan suka dan duka, karenamu juga kubisa merasakan sesuatu yang temen-temenku rasakan kala itu. Meski aku tak pernah tahu keutuhan rasamu padaku. Its fine, aku tak pernah mempersalahkannya.
Mungkin ini kali terakhir aksaraku menyentuhmu, besok aku akan mencari lembaran baru sebagai penggantimu dulu. Maaf kau takkan kubawa sementara, biar perih itu sendiri kurasa. Dan biar bahagia kurangkai bersama suka dalam jangka lama.
Aku,
Pemilikmu.
Di sini, 5 Januari 2019
Di sini sudah pagi, Ga. Namun raga masih terjaga. Aku baru saja menceritakanmu pada seseorang; tentang kelapukan kisah-kisah kita yang sepertinya takkan menghadapi musim semi nan menyejukkan.
Aku merasa berdosa karena di ambang sadarku masih menjadi tempat bermainmu. Memang, takada yang bisa melupakan kenangan, sekalipun itu menyakitkan. Dan proses melupakan adalah penyakit tersulit tuk dilumpuhkan.
Sekarang aku sedang berada di posisimu yang dulu. Dan sadar bahwa luas hatimu begitu sempit tuk menyimpan namaku, kenangan indah bersamanyalah pemegang kuasa, namanya yang menjadi besar dan digdaya.
Wah, dulu aku begitu ego, begitu ingin menguasai seluruh wilayah jiwamu. Kebodohan itu telat kusadari, dulu aku gak paham bahwa tarap menggantikan isi hati tidak semudah membersihkan noda dengan mencuci. Dulu kumasih belajar berpakaian suatu rasa, dan kau menjadi bajuku yang pertama. Baju yang tak ingin kulepas untuk menutupi aurat. Dan begonya aku, kupikir kau memang bajuku, baju yang mampu menutupi semua aibku kelak, yang mampu mempercantik diriku, dan yang dapat menutupi kekuranganku, auratku.
Tapi tak begitu ternyata, aku lupa satu cerita yang kau paparkan padaku tentangnya. Harusnya dulu aku tau, masih ada remahan Cinta dan sulit dibuang karena telah mengerak di dinding-dinding hatimu. Cinta pertamamu.
Bahkan sampai kau membimbing rasaku menyelam begitu dalam, hatimu masih menyempitkan ruang. Namaku kalah berdesakkan dengannya. Aku tak pernah menyadari itu.
Kau adalah pelajaran pertama yang Tuhan kirimkan pada semesta rasaku. Dan semoga hanya kau. Biar selanjutnya adalah kebenaran nama yang Tuhan kirimkan tuk menjadi rumah tempat kuberpulang.
Ah, terimakasih banyak atas kisah manis nan kadang membuat ingin menangis. Dan terimakasih telah bersedia membimbingku pada dunia dewasa di usia 16. Kau membekaliku dengan suka dan duka, karenamu juga kubisa merasakan sesuatu yang temen-temenku rasakan kala itu. Meski aku tak pernah tahu keutuhan rasamu padaku. Its fine, aku tak pernah mempersalahkannya.
Mungkin ini kali terakhir aksaraku menyentuhmu, besok aku akan mencari lembaran baru sebagai penggantimu dulu. Maaf kau takkan kubawa sementara, biar perih itu sendiri kurasa. Dan biar bahagia kurangkai bersama suka dalam jangka lama.
Aku,
Pemilikmu.
Di sini, 5 Januari 2019
3 Komentar
Rindu begitu membeku
BalasHapusEs batu
HapusKek es batu :"
Hapus